Monday, September 9, 2013

Bibit Anggrek Baru Yusnita

WANITA 52 tahun itu asyik menanam biji anggrek. Dengan sangat hari-hati, bahkan menjaga napas dan pembicaraan. Yusnita, Doktor fisiologi tanaman dosen Unila itu tidak sedang bercocok tanam biasa.

Jika orang awam menggunakan tanah sebagai media, dia menanam dengan media khusus yang diberi nutrisi di dalam botol bekas selai.

"Biji anggrek tak bisa begitu saja menjadi tanaman baru seperti kebanyakan tanaman lain yang bisa tumbuh dengan biji. Kalau di hutan itu bisa karena di hutan masih ada jamur mikoriza yang bersimbiosis (kerja sama saling menguntungkan) bagi jamur dan anggrek. Jamur itu memberikan makanan dan nutrisi ke biji anggrek sehingga biji bisa tumbuh menjadi tumbuhan baru. Di laboratorium, tak perlu jamur mikoriza. Cukup diberikan nutrisi dan makanan yang dibutuhkan oleh biji anggrek," kata perempuan kelahiran Jombang, 3 Agustus 1961 ini.

Dr Yusnita, menulis buku tentang anggrek dan kultur jaringan
Ia mengatakan biji anggrek yang di dalamnya tidak ada apa-apanya bisa menjadi ratusan bahkan ribuan bayi anggrek, dengan kultur jaringan.

Untuk mengembangkan ini, kata dia, hambatannya adalah listrik yang kerap mati. Saat di tanaman mungil di dalam botol harus di kocok (shake) dengan alat semalaman tak boleh berhenti. Jika listrik padam, hasilnya itu tidak maksimal.

"Dulu waktu mahasiswa kita sangat haus akan ilmu sekarang pun masih, belajar dengan giat. Kalau enggak tahu jadi sulit, tapi di balik kesulitan ada kemudahan," kata kepala laboratorium ilmu tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung ini.

Dari tangan-tangannya kemudian lahirlah bibit-bibit jenis baru. Ratusan anggrek jenis Dendrobium berbagai warna dan bentuk. Sejak 2006, ia memperbanyak anggrek dan menyilangkannya. Anggrek jenis dendrobium cocok dan bisa berbunga di kondisi iklim yang ada di Lampung.

Ada warna pink, ungu, bintik-bintik ungu, bentuk bulat macam-macam. Yang belum diberi nama dan belum didaftarkan di Kementerian Pertanian. Masih menunggu sampai tiga musim dulu hingga stabil warna dan bentuknya.

Bunga anggrek hasil perbanyakan dibantu dengan dosen lain dan mahasiswanya ini dirawatnya di rumah. Ada puluhan jenis anggrek dendrobium. "Kalau di kampus tidak ada yang merawat," kata wanita lulusan magister di Departemen Horticulture and Landscape Architecture University of Kentucky, AS.

Pengalaman menyedihkannya membuat steril bahan tanaman dari lapangan. Misalnya, biji anggrek, bonggol pisang bisa terinfeksi dari debu sehingga bakteri masuk lalu akan terkontaminasi.

Tetapi masalah itu bisa diatasi dengan alat-alat sterilisasinya. Sering ratusan tanaman mungil di dalam botol selai busuk karena terkontaminasi jamur. "Selain alat dan bahannya yang harus steril, juga orangnya harus steril."

Selain anggrek, ia juga bisa memperbanyak tanaman lain, seperti buah pisang, nanas, tebu, dan kelapa sawit dengan metode kultur jaringan.

Yusnita sudah menulis tiga buku. Di antaranya Perbanyakan In Vitro Tanaman Anggrek yang diterbitkan Universitas Lampung 2010. Lalu, Pemuliaan Tanaman untuk Menghasilkan Anggrek Hibrida Unggul yang diterbitkan Lembaga Penelitian Unila 2012. Satu lagi, Kultur Jaringan: Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien, penerbit Agromedia Jakarta 2003.

Menikah di AS

Tahun 1990, Yusnita menikah di Amerika dengan lelaki pilihannya, Dwi Hapsoro, rekan sesama peneliti. Mereka sama-sama belajar di kultur jaringan. Saat itu Yusnita sudah tak memiliki orang tua, kakaknya sebagai wali mengirim surat dari Indonesia untuk memberikan kuasanya untuk merestui pernikahan itu.

Di Islamic Center of Lexington ia dipinang dan mendapatkan certificate of marriage (sertifikat pernikahan) yang terdaftar di Washington DC dan dilegalkan di Kedutaan Besar Indonedia di Amerika. Saat itu penghulunya orang Palestina, dan tidak punya surat nikah di Indonesia.

"Dua tahun lalu kami mengenang tempat pernikahan itu, napak tilas, setelah 21 tahun tak ke Amerika," kisah dia.

Yusnita dan suaminya mendapat kesempatan untuk berbagi kepada akademisi di University of Kentucky pada progam Overseas non Degree Training Greenhouse Management and Operation pada 16 Oktober hingga 11 November 2011 di Amerika. Ia dan suami mendapat kesempatan mempresentasikan sawit (palm oil) yang tak ada di Amerika dengan bangga.

Lima tahun lalu Yusnita tak tahu kalau daun sawit bisa dibuat menjadi tanaman baru, bahkan banyak jumlahnya. "Daun bisa disulap kayak jin dan jun saja. Kultur jaringan itu ilmu dan seni," kata wanita yang masih terdengar logat Jawa ini.

Lampung Post 1 September 2013

0 comments:

Post a Comment